Menarik melihat perkembangan ISP di Indonesia. Setelah dilanda "krismon" yang banyak mendera sektor HighTech- yang notabene semuanya Import, ISP lokal satu-persatu mulai menghitung-hitung kembali pada titik/biaya dan skala bisnis berapa dia reasonable untuk beroperasi. Komponen cost yang cukup besar bagi ISP tentunya biaya infrastruktur, biaya telekomunikasi (backbone), dan biaya Internet Access ke Global ISP. Biaya ini berkisar puluhan atau ratusan juta rupiah yang tentu saja harus dikeluarkan setiap bulannya. Banyak jurus-jurus yang dikerluarkan, salah satunya mungkin menganti "Upstream" provider, atau berkoalisi dalam konsorsium.
Banyak beredar "isyu" bahwa beberapa ISP- yang belum tentu benar, secara diam-diam menurunkan kapasitas backbonenya ke Global ISP, saat harga dollar terhadap rupiah gonjang-ganjing. Tentu saja disini pelanggan (baik corporate ataupun retail) tidak punya kemampuan untuk tahu permasalahan tersebut. Hal ini memang disebabkan oleh dua hal: (1) Memang tidak ada tools secara langsung untuk mengetahui itu, dan (2) ISP juga tidak akan mau memberitahu hal tersebut kepada pelanggannya. Yang jelas jika ISP menurunkan kapasitas backbonenya, dan itu menyebabkan dia overload (utilisasi backbone lebih dari 90% pada peak time), maka bagi pelanggan (yaitu Anda sendiri) efek yang dirasakan adalah lambatnya akses internet. Memang hal ini tidak bisa digeneralisir, karena Internet merupakan suatu mata rantai antara ratusan atau ribuan Router. Jadi jika akses internet Anda lambat bisa juga karena link Anda ke ISP sudah overload, ISP Anda ke Global ISP overload, atau situs yang dituju memang overload.
KONEKSI ANDA KE ISP
Anda sebagai pelanggan terkoneksi ke ISP Anda, menggunakan dial/up atau leased line katakan 64 kbps. ISP Anda sendiri terkoneksi juga ke Global ISP di USA dengan bandwidth 2 Mbps (receive) dan –mungkin- 1 Mbps (transmit).
ISP Anda terkoneksi ke Internet (Global ISP) menggunakan link dengan bandwidth 2 Mbps. Secara umum- sekali lagi secara umum: Akses yang anda rasakan secara normal (cepat) jika: (1) bandwidth Anda ke ISP belum overload, atau (2) bandwidth ISP Anda ke Internet belum overload
Untuk mengetahui apakah terjadi (1) bandwidth Anda ke ISP sudah overload atau belum, banyak caranya. Cara yang presisi adalah menggunakan softaware Bandwidth Monitoring, yang berbicara pakai protokol SNMP dengan Router Anda. Atau bisa juga menggunakan hardware, seperti Sniffer Protocol Analyzer. Software Bandwidth Monitoring ada yang freeware, salah satunya MRTG (Multi Router Trafic Grapher), dan hardware tentu saja tidak ada yang Free, kecuali Anda membuatnya sendiri :).
Cara lain adalah dengan tebak-tebakan. Berdasarkan sebuah penelitian (empiris) diketahui per user butuh bandwidth 4 kbps (untuk browsing, tidak untuk ftp). Jadi hitung saja di kantor Anda ada berapa orang yang online pada saat bersamaan. Jika ada 10 orang yang browsing, maka Anda butuh bandwidth 40 kbps. Bila Anda terkoneksi ke ISP dengan menyewa leased line 64 kbps, maka dapat dipastikan bandwindth Anda masih cukup. Sungguhpun demikian beberapa ISP sekarang ada yang mendiferensiasi produknya berdasarkan rasio. Dan ini kasusnya agak lain, dan akan dibahas pada kesempatan lain.
KONEKSI ISP ANDA KE INTERNET
ISP Anda terkoneksi ke Internet atau ke Global ISP. Jadi ISP Anda terkoneksi ke ISP juga. Lalu Internet itu mana? Ini yang sering rancu. Internet itu semua yang berpartisipasi dalam NET, jadi semua kumpulan ISP-ISP, dan Anda sendiri jika terkoneksi ke ISP maka, Anda sendiri sebenarnya Internet juga. Lalu ujung pangkal internet itu dimana? Jawabnya: tidak ada. Tetapi sungguhpun demikian Internet masih didominasi oleh perusahaan besar di USA, yang mempunya Backbone Regional dan Nasional. Dan kesinilah memang banyak traffik Internet transit alias lalu-lalang.
Sekarang bagaimana anda tahu jawaban no (2), bandwidth ISP Anda sudah overload atau belum? Anda tidak bakalan bisa tahu. Hanya ISP Anda yang tahu. Kenapa? "Perang" bandwidth merupakan tools juga yang digunakan oleh sesama ISP untuk menggaet calon pelanggannya. Ada ISP yang bilang "bandwidth kami sekarang sudah X Mbps redundant, dan bulan depan akan meningkat jadi Y Mbps" dst … dst…
Disamping "perang" besar bandwidth, Anda juga tidak akan tahu berapa utilisasi dari Bandwidth, sudah 50% kah, sudah 80% kah, atau sudah 100%. Bagaimana distribusinya, jam sibuknya jam berapa, dst … dst… Kenapa begitu? Karena sekali lagi ini juga merupakan sesuatu yang dianggap, "pelanggang tidak perlu tahu", karena bisa saja jika bandwidth ISP tersebut sudah terpakai 100%, pertanyaan pertama yang akan muncul oleh pelanggan: "Kapan Anda nambah bandwidth Anda?". Buat ISP, tentu saja ini pertanyaan merepotkan karena bukan investasi yang sedikit untuk menambah Bandwidth. Jadi bagi ISP "daripada saya dibikin repot oleh pertanyaan-pertanyaan seperti itu, yah mendingan saya simpan saja informasi tersebut untuk konsumsi manajemen".
Faktor lain yang menjadi pertimbangan bagi ISP, adalah : pasar (pengguna Internet) belum ter-educate dengan baik. Persepsi pasar "Makin besar Bandwidth ISP ke Internet makin cepat aksesnya". Persepsi seperti itu **tidaklah** benar. Jika ada ISP yang pandai memanage bandwidth walaupun memiliki bandwidtth yang lebih kecil, tetapi dia dapat menjaga utilisasi bandwidthnya pada level tertentu, dan menggunakan teknik load balancing **akan jauh lebih bagus** dibandingkan ISP yang punya bandwidth besar (katakan 15 Mbps) tetapi sudah 100% utilized.
Sebagai contoh: ada ISP yang jumlah usernya masih sedikit dan pandai memanage bandwidthnya yang cuma 384 kbps (http://www.netinc.ca/ABOUT/ournetwork.html) tapi dapat memantain bandwidthnya dengan kapasitas sekitar 60% utilisasi. Sayang ISP tersebut bukan di Indonesia. Untuk skala Indonesia saya belum menemukan ISP yang "berani" menampilkan kapasitas utilisasi backbonenya, kecuali mungkin CBN (http://noc.cbn.net.id/bandwidth.html), tetapi inipun sebenarnya belum cukup karena informasi yang ditampilkan adalah aggregate bandwidth. Yang lebih baik lagi jika dapat menampilkan utilisasi link per link (ke C&W, UUNET ataupun SingTel). Walaupun terlihat bandwidthnya sudah terutilize hampir 100% pada jam sibuk, tapi setidaknya bagi saya pribadi, lebih baik ada dari pada tidak ada informasi tersebut. Pertanyaannya: kenapa CBN berani "mempertontonkan" bandwidthnya yang sudah overload tersebut? Entahlah! Mungkin dianggap toh ISP lain mungkin juga overload, dan sekalian memperlihatkan "kebesaran" bandwidth yang dimiliki.
Cukup dengan pengantar diatas. Sekarang masuk ke hal yang lebih teknis, tetapi sebelumnya akan disinggung sedikit mengenai aspek redundancy atau Backup dari ISP.
Rabu, 20 Mei 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Sekedar mampir
BalasHapus